Keberhasilan Prof. Subandi dalam menggabungkan psikologi dan antropologi membuatnya dikenal sebagai akademisi yang berfokus pada kesehatan mental berbasis budaya dan spiritual. Tidak hanya itu, Subandi juga ahli dalam bidang metodologi psikologi, desain dan analisis, psikologi agama, serta psikologi kesehatan, klinis, dan konseling, “Saya selalu melihat kesehatan mental tidak hanya dari sisi individu, tetapi juga dari konteks masyarakat, budaya, dan spiritualitas. Psikologi Islam dan psikologi budaya juga menjadi bagian dari fokus saya,” katanya.
Dari kerja riset internasional ini, ia membuat inovasi model rujukan balik di rumah sakit jiwa. Inovasi ini memastikan pasien dengan gangguan jiwa yang sudah selesai dirawat di rumah sakit mendapatkan pendampingan terapi lanjutan di puskesmas.
Selanjutnya, inovasi kedua yang ia kembangkan mencanangkan program “Gelimas Jiwa” di Puskesmas Kasihan II Bantul. Program ini melibatkan pelatihan kader kesehatan mental di masyarakat untuk mendampingi pasien. Bahkan, Gelimas Jiwa ini telah meraih penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Lalu inovasinya yang ketiga adalah kebijakan kesehatan mental di Kabupaten Kulon Progo. Bersama dengan Dinas Kesehatan Kulon Progo, beliau mengembangkan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk meningkatkan layanan kesehatan mental di tingkat kabupaten. “Inovasi-inovasi ini tidak hanya berhenti pada penelitian, tetapi juga diimplementasikan langsung ke masyarakat. Hasilnya harus nyata dan ini akan terus berlanjut,” ungkap Subandi.
Atas inovasi yang sudah ia kembangkan selama puluhan tahun, mendapat penghargaan pionir akademisi melalui Anugerah Silver Academic Leader 2024 dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia. Penghargaan ini diberikan atas kontribusi luar biasa beliau dalam riset, inovasi, dan pengembangan sistem kesehatan mental di Indonesia.