SAMBAS MEDIA – “Putu PW Winata tidak melukis alam, ia melukis perasaan-perasaan tentang alam,” demikian dikutip dari kurator Arif Bagus Prasetyo.
Sebagai pelukis abstrak yang karyanya kerap bertema tentang alam, dalam dua tahun terakhir Putu PW Winata — pelukis kelahiran Denpasar, Bali tamatan ISI Yogyakarta — secara khusus menyelami Desa Jatiluwih, Tabanan melalui studi yang intens. Ia berdiskusi dengan Perbekel, Jro Pekaseh/Kelian Subak—pemimpin sistem pengairan warisan leluhur yang telah berlangsung turun-temurun—serta berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat.
Putu PW Winata
Dari proses tersebut, ia menemukan banyak hal: mulai dari empat belas prosesi ritual sakral di setiap kurun masa tanam, hingga polemik seputar status UNESCO World Heritage yang—mau tidak mau—kini berhadapan dengan derasnya tuntutan perkembangan jaman.
Semua hasil studi, pengamatan, dan perasaan yang dialami selama dua tahun terakhir ini, ia tumpahkan dengan segala kejujuran selayaknya seorang seniman. Tak kurang dari 72 karya (di kanvas) dan 48 karya (di kertas-daur-ulang) telah dipamerkan, baik dalam pameran kelompok maupun tunggal. Dari Bali, Yogyakarta, Jakarta, Thailand, hingga New York.