Kalimat “Sanajan…” mengandung semangat untuk tetap melangkah, walau dalam keterbatasan. Ini adalah bentuk afirmasi positif yang menumbuhkan harapan. Misalnya, “Sanajan teu boga sagalana, urang bisa ngamimitian ti nu aya,” atau “Sanajan loba halangan, urang bisa nyanghareupanana sasarengan.” Kalimat seperti ini membentuk cara pandang baru, bahwa setiap tantangan adalah peluang untuk tumbuh.
Perubahan ini bukan sekadar urusan gaya bicara, tapi bagian dari revolusi karakter yang dimulai dari diri sendiri. Ketika seseorang mulai mengganti kebiasaan beralasan dengan semangat mencari solusi, ia telah menyalakan api perubahan. Dan bila ini terjadi secara kolektif—di sekolah, di kantor, di lingkungan RT-RW, hingga di warung kopi—maka akan lahir masyarakat yang resilien, kreatif, dan penuh inisiatif.
Dalam dunia pendidikan, misalnya, alih-alih guru berkata, “Atuda murid-murid ayeuna hese diatur,” bisa diganti menjadi, “Sanajan murid-murid ayeuna beda zaman, urang bisa milari pendekatan nu leuwih adaptif.” Begitu pula dalam dunia usaha, pengusaha kecil bisa berkata, “Sanajan pesaing loba, urang bisa ngajieun produk nu leuwih unik jeung boga ciri khas sorangan.” Dari sini, bahasa menjadi alat perubahan mental.
Kebiasaan baru ini juga bisa diperkuat lewat media sosial, kampanye komunitas, dan gerakan literasi. Pemerintah daerah dan tokoh-tokoh publik bisa menjadi teladan dalam menyebarkan semangat ini. Bayangkan bila setiap sambutan resmi, pidato, atau pertemuan warga selalu dimulai dengan kalimat penuh optimisme: “Sanajan ayeuna loba tantangan, urang moal nyerah. Urang kudu maju!” Kata-kata tersebut akan menggema dan meresap menjadi semangat bersama.